iklan

Saturday, March 4, 2017

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI II



HEMATOLOGI II









 












Oleh :
Nama                      : Niki Andalusi
NIM                        : B1A015082
Rombongan           : IV
Kelompok              : 5
Asisten                    : Estri Jayanti




LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I.  PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah yang merupakan salah satu sistem organ terbesar dalam tubuh makhluk hidup. Darah membentuk 6%-8% dari berat tubuh total dan terdiri dari sel-sel darah yang tersuspensi di dalam suatu cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit. Cairan plasma membentuk 45%-60% dari volume darah total, sel darah merah menempati sebagian besar volume sisanya (Sacher dan Richard, 2000).
Sel darah merah mempunyai konsentrasi internal yang dijaga agar sel darah merah dapat berfungsi optimal. Kondisi pada lingkungan eksternal yang berbeda, sel darah akan menunjukan respon sel berupa pengkerutan atau pembengkakan. Respon sel darah merah dapat dipelajari dengan menempatkan darah di dalam medium hipotonik, isotonik atau hipertonik. Struktur sel darah dapat menjadi abnormal akibat dari perubahan media lingkungan, hal ini terjadi karena adanya aliran meteri dari media lingkungan ke dalam selnya. Praktikum kali ini kita akan melakukan pengamatan konsentrasi, bentuk dan struktur sel dan waktu pembekuan darah pada manusia (Paulsen, 2000).
Darah katak terdiri atas plasma darah yang jernih dan sel-sel darah.plasma terdiri atas air, garam-garam mineral, dan protein darah. Sel-sel darah merah pada katak berbentuk pipih bulat panjang dengan hemoglobin yang terkandung dalam protoplasmanya. Sel-sel darah merah katak juga memiliki inti sel. Darah putih pada katak tidak berwarna dan memiliki inti. Darah dari seluruh tubuh yang kaya CO2 akan memasuki sinus venosus, kemudian masuk ke serambi kanan. Pada saat yang hamper bersamaan, darah dari paru-paru dan permukaan kulit memasuki serambi kiri, darah ini kaya O2 (Ferdinand dan Moekti, 2007).
Kegiatan praktikum hematologi II ini akan mengamati konsentrasi darah, struktur sel darah dan waktu beku darah. Pengamatan konsentrasi sel darah dapat digunakan untuk memahami respon fisiologis sel darah merah pada katak (Fejervarya cancrivora) dalam berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda. Pengamatan struktur sel darah merah dapat digunakan untuk memahami bentuk dan struktur sel darah pada berbagai jenis hewan. Sementara waktu beku darah dapat diamati untuk memonitor proses pembekuan darah dan lamanya waktu beku darh pada hewan. Praktikum Hematologhi II hewan ujinya katak karena mudah didapat dan tidak membutuhkan biaya yang banyak.
1.2    Tujuan
Praktikum Hematologi II bertujuan untuk memahami respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda dan mengetahui konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktur sel dan membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia serta untuk memahami proses pembekuan darah dan menentukan lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.



II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, lancet, spuit, pinset, pembuluh kaca kapiler, pipet isap, syring, kapas, mikroskop cahaya, object glass dan cover glass.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah larutan NaCl (0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, dan 1,0%, darah katak (Fejervarya cancrivora), dan darah manusia (Homo sapiens), alkohol 70%, dan antikoagulan: Na-sitrat/EDTA.
2.2. Cara Kerja
     Cara kerja untuk praktikum hematologi II terdiri sebagai berikut:
a.       Konsentrasi sel darah merah
1.      Sediaan darah katak diperoleh dengan menghisap langsung dari jantung katak. Katak dibius di dalam botol berisi eter, dan jangan sampai katak tersebut mati.
2.      Dilakukan diseksi di bagian ventral agar jantungnya dapat diisolasi.
3.      Dibuat insisi dengan gunting pada bagian ventral sisi kiri atau kanan, selanjutnya melintang di bagian posterior jantung. Kulit diangkat dan otot ventral agar tampak jantung. Insisi dilanjutkan hingga rongga dada terbuka.
4.      Syringe yang telah dibilas larutan Na-sitrat atau EDTA ditusukkan ke bagian ventrikel.
5.      Darah dihisap sebanyak yang diperlukan (sekitar 1 ml) dengan jalan menarik pompa syringe secara perlahan.
6.      Syring dicabut dan segera diputar-putar agar darah tercampur seluruhnya dengan senyawa anti beku.
7.      Darah diteteskan katak pada gelas objek, kemudian tambahkan beberapa tetes larutan NaCL 0.2%. Campurkan keduanya dengan pengaduk gelas.
8.      Diamati campuran tersebut menggunakan mikroskop.
9.      Dilakukan langkah kerja di atas untuk tetesan darah berikutnya, dengan menggunakan larutan NaCl 0.4%, 0.6%, 0.9%, dan 1%.
10.  Perhatikanlah bentuk sel darah pada setiap konsentrasi NaCl.
11.  Dibuat gambar dari masing-masing sel darah tadi.
12.  Ditentukan konsentrasi NaCl yang mana sel darah merah tidak mengalami perubahan bentuk.
13.  Pada pengamatan sel darah mausia, dapat menggunakan darah salah satu anggota kelompok praktikum.
14.  Tangan dikeringkan setelah dicuci menggunakan sabun.
15.  Ujung jari telunjuk dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian tangan dikibas-kibaskan agar alkohol mongering (jangan mengeringkan tangan dengan tiupan).
16.  Ujung jari telunjuk ditusuk dengan lancet steril, dengan kedalaman yang cukup hingga darah keluar secara perlahan.
17.  Darah diteteskan ke gelas objek dengan memijit ke arah ujung jari.
18.  Diteteskan NaCl, seperti percobaan menggunakan darah katak. Luka tusukan segera dibersihkan lagi dengan kapas beralkohol.

b.      Struktur sel darah katak dan manusia
1.      Sediaan darah katak diperoleh dengan cara yang sama seperti pada percobaan sebelumnya, diisap langsung dari jantung sebanyak yang diperlukan (sekitar 1 ml) dengan jalan menarik pompa syring secara perlahan.
2.      Pada gelas objek yang bersih dan kering, diteteskan darah katak, kemudian tambahkan beberapa tetes larutan NaCl 0.6%.
3.      Setelah keduanya dicampur ditutup dengan gelas penutup dan diamati menggunakan mikroskop.
4.      Sediaan darah manusia diperoleh dengan jalan menusuk ujung jari dengan lancet yang steril, dan darah yang keluar dapat langsung digunakan untuk percobaan.
5.      Lakukan prosedur di atas terhadap darah anda sendiri dengan menggunakan larutan NaCl 0.9%.
6.      Perhatikanlah perbedaan antara kedua sel darah yang diamati dan buatlah gambar dari masing-masing sel darah tadi.
7.      Jari bekas tusukan harus dibersihkan dengan kapas beralkohol, kapas terus ditekan agar luka dapat segera menutup dengan terbentuknya bekuan darah.

c.       Waktu beku darah
1.      Bersihkan jari anda dengan alkohol 70%, setelah alkohol kering tusuklah jari anda dengan lancet steril atau lancet sekali pakai.
2.      Tempelkan pipa kapiler ke tetesan darah yang keluar dari jari anda.
3.      Interval waktu 1 menit potonglah sedikit-demi sedikit pembuluh kaca kapiler tersebut sampai anda melihat fibrin.
4.       Catatlah waktu yang diperlukan darah anda untuk membeku.



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
3.1.1  Hasil Pengamatan Ukuran Sel darah

Tabel 1. Konsentrasi sel darah manusia
No.
Konsentrasi NaCl (%)
Sel 1
Sel 2
Sel 3
Sel 4
Sel 5
Rata-rata
1
0,2
7,5
5
12,5
7,5
10
8,5
2
0,4
7,5
5
7,5
7,5
10
7,5
3
0,6
5
5
7,5
5
5
5,5
4
0,9
5
5
2,5
5
5
4,5
5
1
5
5
7,5
10
10
7,5

                                                                                              
Tabel 2. Konsentrasi sel darah katak
No.
Konsentrasi NaCl (%)
Sel 1
Sel 2
Sel 3
Sel 4
Sel 5
Rata-rata
1
0,2
13,75
16,25
15
18,75
15
15,75
2
0,4
15
15
16,25
12,5
12,5
14,25
3
0,6
12,5
12,75
12,75
15
16,25
13,85
4
0,9
13,75
13,75
15
13,75
13,75
14
5
1
37,5
15
50
50
50
40,5

3.1.2        Hasil Pengamatan Waktu Pembekuan Darah Manusia
Kelompok
Waktu beku darah
1
9        menit
2
7 menit 31 detik
3
6        menit 34 detik
4
4 menit 10 detik
5
>14 menit




Perhitungan :
Kalibrasi =  x 10 =  x 10 = 2,5 µm
§  Diameter sel darah merah terhadap konsentrasi NaCl 1 %:
1.    Manusia :
Perhitungan : x kalibrasi
Percobaan ke 1 :  2 µm x 2,5 µm = 5 µm
Percobaan ke 2 :  2 µm x 2,5 µm = 5 µm
Percobaan ke 3 :  3 µm x 2,5 µm = 7,5 µm
Percobaan ke 4 :  4 µm x 2,5 µm = 10 µm
Percobaan ke 5 :  4 µm x 2,5 µm = 10 µm
Rata – rata diameter sel darah merah manusia dari tiap percobaan : 7,5 µm
2.    Katak :
Perhitungan :  x kalibrasi
Percobaan ke 1 :  x 2,5 µm = 37,5 µm
Percobaan ke 2 :  x 2,5 µm = 15 µm
Percobaan ke 3 :  x 2,5 µm = 50 µm
Percobaan ke 4 :  x 2,5 µm = 50 µm
Percobaan ke 5 :  x 2,5 µm = 50 µm
Rata – rata diameter sel darah merah katak dari tiap percobaan : 40,5 µm
3.1.3 Hasil Pengamatan Mikroskopis
                    
Gambar 3.1 sel darah katak                        Gambar 3.2 sel darah manusia
Larutan NaCl 0,2 %                                           larutan NaCl 0,2 %
                   
Gambar 3.3 sel darah katak                        Gambar 3.4 sel darah manusia
Larutan NaCl 0,4 %                                           larutan NaCl 0,4 %
                   
Gambar 3.5 sel darah katak                        Gambar 3.6 sel darah manusia
Larutan NaCl 0,6 %                                           larutan NaCl 0,6 %

                      
Gambar 3.7 sel darah katak                        Gambar 3.8 sel darah manusia
Larutan NaCl 0,9 %                                           larutan NaCl 0,9 %
                  
Gambar 3.9 sel darah katak                        Gambar 3.10 sel darah manusia
Larutan NaCl 1 %                                              larutan NaCl 1 %

                   Gambar 3.11 Struktur Sel Darah             Gambar 3.12 Struktur Sel Darah
Katak                                                             Manusia




3.2      Pembahsan
Hasil pengamatan kelompok 5 terhadap pengaruh konsentrasi larutan NaCl 1% pada eritosit manusia menunjukan bahwa struktur sel berbentuk bulat, tidak memiliki inti, dengan rata-rata ukuran sel 7,5 μm. Hal ini sesuai dengan referensi menurut Warni (2009), eritrosit sel darah normal kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Dari samping eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram d engan kedua permukaannya cekung (biconcav disk). Hasil pengamatan pada katak menunjukan struktur sel berbentuk oval, memiliki inti, serta ukuran rata-ratanya 40,5 μm.
Berdasarkan hasil pengamatan rombongan diperoleh data yaitu darah manusia dengan konsentrasi larutan 0,2% memiliki ukuran sel darah merah rata-rata sebesar 8,5 μm, konsentrasi 0,4% sebesar 7,5 μm, konsentrasi 0,6% sebesar 5,5 μm, kosentrasi 0,9% sebesar 4,5 μm, konsentrasi 1,0% sebesar 7,5 μm diameter sel darahnya. Sedangkan darah katak dengan konsentrasi 0,2% memilki diameter sel darah sebesar 15,75 μm, 0,4% sebesar 14,25  μm, 0,6% sebesar 13,85  μm, 0,9% sebesar 14 μm dan konsentrasi 1% sebesar 40,5 μm. Hasil yang didapat sesusai dengan pustaka yang menerangkan bahwa sel darah merah memiliki konsentrasi internal yang dijaga agar sel darah merah dapat berfungsi optimal. Hal ini berkaitan dengan fungsi darah untuk menjaga homeostasis dalam tubuh. Konsentrasi sel darah merah berkaitan dengan struktur selnya yang beragam dan bervariasi pada masing-masing individu (Soewolo, 1999).   
Lama waktu pembekuan darah pada kelompok 5 terjadi selama lebih dari 14 menit, hal tersebut menunjukan adanya kelainan pada proses pembekuan darah, lamanya waktu pembekuan darah mungkin karena kurangnya konsentrasi saat melihat benang fibrin. Menurut Frandson (1992),  hal ini tidak sesuai dan menunjukan ketidaknormalan waktu pembekuan darah, waktu yang normal merupakan 15 detik sampai 2 menit, dan umumnya berakhir sampai 5 menit. Hal ini mungkin dikarenakan oleh terganggunya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembekuan darah, yaitu pada fibrinogen trombin, prothrombin, tromboplastin, kalsium, proaccelerin, koagulasi, proconvertin, anthemophilic faktor, komponen tromboplastin, stuart faktor, faktor antihemophilic C, hageman faktor, dan faktor penstabil (Drews, 2010).
Menurut Evelyn (1989), perbedaan larutan hipotonis, isotonis dan hipertonis antara lain sebagai berikut:  
1.        Larutan Hipotonis
Larutan hipotonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan yang lain. Bahasa mudahnya, suatu larutan memiliki kadar garam yang lebih rendah dan yang lainnya lebih banyak. Jika ada larutan hipotonis yang dicampur dengan larutan yang lainnya maka akan terjadi perpindahan kompartemen larutan dari yang hipotonis ke larutan yang lainnya sampai mencapai keseimbangan konsentrasi. Contoh larutan hipotonis adalah setengah normal saline (1/2 NS). Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkna air akan melintasi membrane sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel – sel darah merah. Peristiwa demikian disebut Hemolisa.
2.        Larutan Isotonis
Suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl). Larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh, dan mempunyai tekanan osmotik yang sama.
3.        Larutan Hipertonis
Larutan hipertonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih tinggi dari larutan yang lainnya. Bahasa mudahnya, suatu larutan mengandung kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan yang lainnya. Jika larutan hipertonis ini dicampurkan dengan larutan lainnya (atau dipisahkan dengan membran semipermeabel) maka akan terjadi perpindahan cairan menuju larutan hipertonis sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan. Sebagai contoh, larutan dekstrosa 5% dalam normal saline memiliki sifat hipertonis karena konsentrasi larutan tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi larutan dalam darah pasien. Titik beku larutan hipertonis besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran semi permeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel–sel darah merah. Peristiwa demikian disebut plasmolisa. Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan NaNO3.
  Sel darah merah bertanggung jawab untuk satu tugas darah yang paling penting - membawa oksigen dan karbon dioksida (Neelam, 2012). Berdasarkan gambar hasil pengamatan, struktur sel darah manusia sangat berbeda dengan sel darah pada katak. Sel darah pada manusia berbentuk bulat pipih pada kedua sisinya tanpa adanya inti sel, sedangkan sel darah pada katak bentuknya oval dengan inti sel yang besar dibagian tengah. Eritrosit pada manusia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti “barbell” jika dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan) akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh disekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga dapat dengan mudah untuk memasuki pembuluh kapiler yang sangat kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar (Watson, 1997).
Menurut Wiguna (2009) eritrosit pada katak (Fejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan memiliki ukuran yang lebih besar daripada eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong atau bulat panjang, pipih dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak termasuk eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vetebrata lainnya.  Dengan adanya inti pada eritrosit katak maka dapat memperkecil ruang bagi hemoglobin karena oksigen yag dibutuhkan oleh katak tidak hanya diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melainkan dari oksigen yang berdifusi melewati kulit mereka.
Mekanisme pembekuan darah merupakan proses autokatalis dan “self-limited” dimana pembentukan thrombin yang memegang peranan yang cukup mengatasi efek anti trombin yang beredar dan serin protease inhibitor yang lain, fibrinogen segera diubah menjadi fibrin dalam bentuk gel (Chandramin,1997). Trombosit yang menyentuh permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim Trombokinase (Tromboplastin). Prosesnya adalah sebagai berikut; Trombosit pecah Þ Tromboplastin ion Ca Protrombin Þ Trombin – Vitamin K -  Fibrinogen Þ Fibrin (Leeson, 1990).
Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal pembuluh darah itu sendiri. Tromboplastin (membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak mengaktivasi protrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium untuk membentuk thrombin. Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Benang-benang fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin, yang menangkap sel darah merah, trombosit serta menutup aliran darah yang melalui pembuluh yang rusak (Wiguna, 2009).
Mekanisme instrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam cara yang lebih sederhana. Setiap faktor protein berada dalam kondisi tidak aktif; jika salah satu diaktivasi, maka aktivitas enzimatiknya akan mengaktivasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan demikian akan terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk bekuan, setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat kerja protein kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi untuk menarik permulakaan yang terpotong agar saling mendekat dan untuk menyediakan kerangka kerja untuk perbaikan jaringan. Bersamaan dengan retraksi bekuan, suatu cairan yang disebut serum keluar dari bekuan. Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen dan tanpa faktor lain yang terlibat dalam mekanisme pembekuan (Wiguna, 2009).
Proses koagulasi yang terjadi pada pembuluh darah dapat pula menyebabkan banyak resiko berbagai penyakit pada manusia. Proses koagulasi dapat terbentuk melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera sehingga terbentuk pengendalian pendarahan. Proses koagulasi di dalam tubuh dapat diimbangi melalui proses antikoagulasi. Pemberian antikoagulasi pada penderita penyakit tromboemboli berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah (Lessy et al., 2013).
Proses pembekuan darah yang normal terjadi melalui 3 tahap yaitu:
1.        Fase koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajang dengan cedera. Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosit-trombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain itu, produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh. Faktor III trombosit, dari membrane trombosit juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa (Price & Wilson, 2003).
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera. karena faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini (Price & Wilson, 2003).
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam system vascular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi “kaskade”, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003).
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut (Price & Wilson, 2003).


2.        Penghentian pembentukan bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan, yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap degradasi oleh protein C yang diaktivasi (Price & Wilson, 2003).
3.        Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya (Price & Wilson, 2003).
Sebagai respon terhadap kerusakan pembuluh darah, maka rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah dan melibatkan banyak faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut aktivator protrombin. Tromboplastin terbentuk karena terjadi kerusakan  pada trombosit, selama ada garam kalsium dalam darah akan mengubah prototrombin menjadi thrombin sehingga terjadi penggumpalan darah (Pearce, 2002). Aglutinasi atau penggumpalan sel-sel darah merah dapat dipengaruhi berbagai zat, dan dapat terjadi di dalam peredaran darah pada  berbagai keadaan patologik. Aglutinin yang terdapat di dalam plasma beberapa individu dapat menyebabkan aglutinasi eritrosit orang lain. Aglutinin menjadi dasar dari empat bagian darah (Leeson. 1990). Penggumpalan darah diperlukan 4 faktor :
1). Garam kalsium yang dalam keadaan normal ada dalam darah.
2). Sel yang terluka yang membebaskan trombokinase.
3). Trombin yang terbentuk dari protrombin bila ada trombokinase.
4). Fibrin  yang terbentuk dari fibrinogen disamping thrombin.
Praktikum hematologi 2 ini menggunakan alat dan bahan yang mendukung pengamatan. Alat dan bahan tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Alat yang digunakan diantaranya lancet yang digunakan untuk menusuk jari tangan yang akan diambil darahnya. Gunting untuk pembedahan katak, dan pipet kapiler untuk menampung darah yang akan diamati proses pembekuannya. Bahan yang digunakan adalah larutan NaCl sebagai larutan uji pada konsentrasi sel darah, larutan alkohol 70% sebagai disinfektan dan EDTA sebagai antikoagulan pada darah mencegah pembekuan darah ketika diambil sampelnya (Pattern, 1971).
Kalibrasi merupakan proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi. Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala (Pattern, 1971).



IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.         Keadaan hipertonis adalah keadaan dimana lingkungan mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada sel darahnya sehingga menyebabkan selakan membengkak.
2.         Keadaan hipotonis keadaan dimana lingkungan memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada sel darahnya sehingga menyebabkan selakan menggerut.
3.         Keadaan isotonis (iso-osmosik) adalah keadaan dimana tekanan osmotik dua macam cairan misal tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan), pada keadaan normal (osmosis).
4.         Struktur darah katak adalah bulat memanjang atau oval dan berinti besar ditengah sedangkan sedangkan pada manusia bentuknya bulat tanpa inti. 
5.         Mekanisme pembekuan darah yaitu protrombin, berdasarkan kalsium aktivasi, menghasilkan thrombin, konversi fibrinogen ke fibrin. Dengan prosesnya adalah Trombosit pecah → Tromboplastin ion Ca Protrombin → Trombin – Vitamin K → FibrinogenFibrin
6.         Waktu pembekuan normal darah adalah 2-7 menit. Namun, hasil pada pengamatan waktu beku darah dari kelompok 5 didapakan hasil 14 menit.



DAFTAR REFERENSI
Chandramin. 1997. Sistem Pembekuan dan Fibrinolitik. J. Kardiologi Indonesia. Vol (2) hal :DA 116-117.
Drews. R. E. 2010. Critical issue in hematology: anemia, thrombocytopenia, coagulopathy, and blood product transfusions in criticaly all patients. ClinChest Med. Vol. 24, 607-622.
Evelyn, Franklin. 1989. Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Surabaya : Sinar Wijaya.
Ferdinand .F. P. dan Moekti, A. 2007. Biologi 2. Jakarta. Erlangga.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta  : UGM Press.
Leeson, T. 1990. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC.
Lessy, Armiyanti, Darus S. P., & G. Gerung. 2013. Uji Aktivitas Antikoagulan Pada Sel Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria Ornata. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2(1), pp. 21-27.
Neelam, Singh, Semwal B. C, Maurya K., Khatoon R., & Paswan S. 2012. Artificial Blood: A Tool For Survival Of Humans. International Research Journal of Pharmacy. 3(5), pp. 119-123.
Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. New York : Mc. Graw-Hill Publishing.
Paulsen, D.F. 2000. Histology and Celf Biology. USA : Mc Graw Hill.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.Gramedia.
Price and Wilson. 2003. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC.
Sacher R. A., dan Richard A. M. 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Warni, E. 2009. Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit) Berbasis Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Makassar: Jurusan Teknik Elektro Universitas Hassanudin,
Wiguna, I Komang. 2009. Aplikasi Ilmu Fisiologi Sistem Darah Dan CairanTubuh Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat. Dempasar : Universitas Udayana.

No comments:

Post a Comment