iklan

Wednesday, March 1, 2017

LAPORAN PRAKTIKUM LAJU DIGESTI IKAN



LAJU DIGESTI PADA IKAN








 













Oleh :
Nama                      : Niki Andalusi
NIM                        : B1A015082
Rombongan           : IV
Kelompok              : 5
Asisten                    : Estri Jayanti




LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
                                                                                                                                            I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Bermula setelah pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa makanan. Sistem pencernaan makanan Ikan Lele (Clarias sp.) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannnya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang (Fujaya, 2002).
Makanan diperlukan untuk menghasilkan energi sebagai bahan pembentuk tubuh, metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh, penambah cairan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan membantu proses faal lian yang berlangsung didalam tubuh. Zat-zat gizi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Protein merupakan sumber tenaga yang paling utama. Mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya. Protein nabati ( asal tumbuh-tumbuhan) lebih sukar dicerna daripada protein hewani (asal hewan). Hal itu disebabkan karena protein nabati terbungkus di dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna. Selain itu, kandungan asam amino esensial dari protein nabati pada umumnya kurang lengkap dibandingkan asam amino hewani. Lemak dalam makanan mempunyai peranan yang sangat penting sebagi sumber tenaga. Namun bagi ikan, lemak sebagai sumber tenaga kedua sesudah protein. Karbohidrat (hidrat arang, zat tepung, atau zat pati) ini berasal dari bahan makanan nabati dan makromolekul ini merupakan sumber tenaga terakhir yang diperlukan hewan. Vitamin adalah senyawa organik yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan. Walaupun tidak merupakan sumber tenaga, tetapi vitamin dibutuhkan sebagai katalisator (pemacu) terjadinnya proses metabolisme didalam tubuh. Jumlah yang sangat dibutuhkan hanya sedikit, tetapi jika kekurangan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dan penyakit. Mineral adalah bahan organik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme, dan mempertahankan keseimbangan osmotis. Selain itu, juga dibutuhkan air terutama untuk berlangsungnya proses metabolisme dan pembentukan cairan tubuh. Jumlah air yang diperlukan dapat ditentukan dengan pasti oleh masing-masing ikan (Mujiman, 1984).
Digesti atau pencernaan merupakan langkah awal yang penting di dalam pengambilan bahan makanan oleh tubuh. nutrient makromolekul dan molekul yang masih cukup besar perlu dicerna terlebih dahulu menjadi molekul-molekul kecil sehingga dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui dinding usus halus. Sistem pencernaan atau sistem digesti berupa saluran pipa yang berkolok-kelok mulai dari mulut, lambung, intestine, sampai anus. Lambung atau perut besar merupakan kantung yang terletak di rongga perut di sebellah kiri. Bagian saluran pencernaan paling pajang adalah usus halus yang terdiri dari duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong), dan ileum (usus penyerapan) (Sumardjo, 2006).
Ikan lele (Clarias batrachus) digunakan dalam praktikum kali ini karena ikan lele mempunyai lambung sejati sehingga mudah untuk diamati. Selain itu ikan lele digolongkan sebagai pemakan segala (omnivora). Ikan lele mampu memakan semua jenis makanan dan juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger). Secara alami ia bersifat nokturnal, tetapi dalam usaha budidaya lele sanggup beradaptasi. Sifat atau tingkah laku lainnya yang menonjol yaitu apabila menemui suasana yang baru misalnnya perubahan suasana mendadak dari tempat gelap ke terang (Fujaya, 2002).
B.     Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan, terampil dalam mengisolasi lambung ikan dan dapat menghitung laju pengosongan lambung.


                                                                                                                   II.            MATERI DAN CARA KERJA
A.      Materi                                                                                          
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan lele (Clarias batrachus) dan pakan ikan/pelet.           
Alat yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 30 x 50 x 30 cm sebanyak empat buah, alat bedah, timbangan analitik, termometer, dan heater.
B.       Metode
Metode yang digunakan pada praktikum laju digesti pada ikan sebagai berikut :
1.        Tiga buah akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi.
2.        Ikan dengan ukuran yang seragam ditebarkan pada akuarium yang telah disediakan dengan kepadatan 4 – 5 ekor per akuarium.
3.        Ikan diberi pakan ikan sebanyak 2,5 % dari berat total tubuh ikan dan dibiarkan
       ikan mengkonsumsi pakan selama 15 – 20 menit.
4.        Diambil semua ikan pada salah satu akuarium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang atau nol jam setelah makan.
5.        Diambil semua ikan pada salah satu akuarium yang lain setelah 30 menit pemberian pakan dan dilakukan pembedahan seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang.
6.        Prosedur di atas dilakukan untuk ikan pada akuarium yang lain pada waktu 60 menit setelah pemberian pakan.
7.        Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung.



                                                                                                                 III.            HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan laju digesti pada ikan lele
Kelompok
0 menit (x)
30 menit (y)
60 menit (z)
Bx0’ (gr)
Bx0’ (%)
By30’ (gr)
By30’ (%)
Bz60’ (gr)
Bz60’ (%)
1
1,37
1,46
1,08
1,03
0,64
0,01
2
1,14
1,30
0,83
1,13
0,88
1,14
3
0,46
0,56
1,29
1,34
1,53
1,61
4
1,71
1,80
1,13
1,15
1,30
1,59
5
1,62
1,79
0,89
0,96
1,33
1,60


Perhitungan presentase bobot lambung ikan kelompok 5 :
         
0 menit            = x 100%     =  x 100% = 1,742 %
30 menit          =  x 100%  =  x 100% = 0,967 %
60 menit          =  x 100% =  x 100% = 1,602 %
Keterangan :
1.      BX      : Bobot lambung ikan dalam 0 menit;
2.      BY       : Bobot lambung ikan dalam 30 menit;
3.      BZ       : Bobot lambung ikan dalam 60 menit;
4.      BXt     : Bobot ikan dalam 0 menit;
5.      BYt     : Bobot ikan dalam 30 menit;
6.      BZt      : Bobot ikan dalam 60 menit.


Grafik 3.1.1. Grafik garis hubungan antara persentase bobot lambung ikan lele dengan waktu pengamatan.
Grafik 3.1.2. Grafik garis hubungan antara persentase bobot lambung ikan lele dengan waktu pengamatan
B.       Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, didapat berat ikan Bx yaitu 93 gram, bobot  lambung ikan yaitu 1,62 gram, dan persentase bobot lambung ikan yaitu 1,742%. Berat ikan By yaitu 92 gram, bobot lambung ikan yaitu 0,89 gram, dan persentase bobot lamung ikan 0,967%. Berat ikan Bz yaitu 83 gram, bobot lambung ikan yaitu 1,33 gram, dan persentasi bobot lambung ikan yaitu 1,602 gram. Terjadi peningkatan dan penuruan laju digesti, hal ini kemungkinan dapat terjadi karena sampel yang diambil berasal dari aquarium berbeda dengan sampel sebelumnya, kemudian selain itu penurunan laju digesti juga dapat dikarenakan ikan tidak konstan memakan pakan yang diberikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot lambung diantaranya ukuran dari organisme tidak seragam karena semakin sedikit organisme maka semakin sedikit pula organisme tersebut memakan pakan, selain itu faktor lingkungan (pH dan temperatur rendah atau tinggi nafsu makan menurun) dan kondisi organisme juga mempengaruhinya (Rounsefell, 1953).
Digesti merupakan proses yang diperlukan dalam nutrisi heterotrofik. Proses absorbsi, molekul-molekul besar karbohidrat, protein, lemak, dan protein dari bagian-bagian sel dan jaringan yang dikonsumsi harus dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil, seperti gula dan asam amino agar dapat diangkat melalui membran sel. Biarpun transfer molekul besar itu melalui membran, itu tidak merupakan masalah, tetapi senyawa organik yang disintesis oleh suatu heterotrof sering kali tidak sama dengan senyawa yang dikonsumsi sebagai makanan, karena itu sebelum didapatkan perakitan kembali diperlukan digesti. Pencernaan makanan adalah proses penyederhanaan makanan yang pada awalnya berupa molekul komplek menjadi molekul sederhana (Alarcon and Moyano, 2006).
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorsi oleh tubuh ikan, dalam bentuk seperti glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain. Proses digesti yang terjadi di dalam lambung dan dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Selain dipengaruhi oleh temperatur laju digesti juga di pengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, sebab dalam pakan yang dikonsumsi ikan banyak terdapat kandungan-kandungan mineral yang akan diserap oleh usus ikan melalui proses pencernaan yang berlangsung selama ikan mengkonsumsi pakan (Kimball, 1983).
Proses laju digesti dapat disebut pola dengan proses laju pengosongan lambung. Proses digesti ikan  dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyai lambung) dan dilanjutkan di intestin yang akan berakhir di lubang pembuangan bahan sisa. Proses digesti dimulai dari makanan masuk ke mulut, dicerna secara mekanik dan dibantu oleh kelenjar saliva kemudian masuk ke faring, esofagus dan tertampung dilambung untuk dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Makanan yang telah menjadi molekul-molekul kecil kemudian masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju rectum dan ke anus untuk dibuang. Hasil digesti yang berupa asam amino, asam lemak dan monosakarida akan diabsorpsi oleh epithel intestin kemudian diedarkan keseluruh tubuh oleh sistem sirkulasi (Gumisiriza et al, 2009).
Mengukur laju digesti pada ikan dapat dilakukan dengan mengukur kepadatan makanan pada lambung (bobot lambung). Temperatur, ukuran partikel makanan, dan metode percobaan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran bobot lambung. Meningkatnya suhu air akan meningkatkan laju digesti ikan pada spesies tertentu (Wurtsbaugh et al., 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti pada ikan diantaranya internal dan eksternal. Faktor Internal antara lain umur, ukuran tubuh, aktivitas, stress, dan jenis kelamin. Faktor eksternal antara lain kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2), makanan dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, Ph, dan Alkalinitas). Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).
Menurut Handeland (2008), ikan pada umumnya sangat terpengaruh oleh temperatur optimal bagi pertumbuhan dan bertahan hidup. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju digesti adalah temperatur air yang optimal, umur, ukuran, jenis kelamin. Laju digesti juga dipengaruhi oleh zat kimia yang terdapat dalam perairan, yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semaikin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Mujiman, 1984).
Variasi kecepatan digesti ikan tergantung pada spesies, tipe dan banyaknya makanan, dan suhu. Beberapa kasus, ditemukan bahwa ikan yang kecil dapat mencerna makanan dengan waktu yang lebih cepat daripada ikan yang lebih besar. Suhu berpengaruh pada kecepatan sekresi enzim pencernaan selama absorpsi makanan, fungsi dari sistem digesti (Fenerci & Saner, 2005). Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung  dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan . Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada  seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sebab pada  makanan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan  ikan hewani proses pencernaannya akan  mudah (Lagler, 1977).
Laju digesti juga dipengaruhi oleh enzim pencernaan. Enzim ini  berfungsi sebagai katalisator biologi reaksi kimia didalam pencernaan ikan, enzim – enzim ini disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver & Hardy 2002). Pemanfaatan pakan dalam kaitannya dengan proses osmoregulasi ikan sangat erat, dimana tingkat konsumsi pakan akan menurun pada kondisi media yang hipoosmotik dan hiperosmotik (Kursistiyanto, 2013).
               Saluran pencernaan lele terdiri dari mulut, rongga mulut, esophagus, lambung usus dan anus. Usus yang dimiliki ikan lelelebih pendek dari panjang tubuhnya hal ini merupakan ciri khas ikan karnivorasementara itu lambungnya relati: besar dan panjang (Wahyudin, 2008). Sistem pencernaan awal larva ikan terdiri dari ususdan pakreas, karena perut belum terdiferensiasi penuh pencernaan bergantung pada enzim pankreas. Ada indikasi bahwa morfologi struktur saluran pencernaan berkorelasi dengan rendahnya produksi enzim (Dabrowski, 1979: Srichanun 2012).
Menurut Dellman, H.D. dan Brown,E.M. (1989),Sistem pencernaan makanan Ikan Lele (Clarias sp.) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannnya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang.
Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Pengukuran waktu saat praktikum selama 15 menit dan 30 menit, sehingga hasil yang diperoleh saat praktikum besar kemungkinannya bukan merupakan suatu proses digesti akibat pakan yang diberikan saat praktikum. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).


                                                                                                                  IV.            KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah :
1.      Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorsi oleh tubuh ikan, dalam bentuk seperti glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain.
2.      Makan yang tersimpan didalam lambung semakin berkurang karena makan yang masuk dan berada di dalam lambung sudah dicerna dan siap untuk diabsorpsi untuk diambil sari-sari makannya guan pemanfaatan sistem kerja yang lain dan sebagian digunakan untuk pertumbuhan.



DAFTAR REFERENSI
Alarcon, F. J and F. J. Moyano. 2006. Studies on digestive enzymeisn fish: Characterization and practical applications. CIHEAM - Options Mediterraneennes.
Fenerci, S and Erdan S. 2005. In Vitro Protein Digestibility of Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1972) Fed Steam Pressured or Extruded Feeds. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. Vol. 5 : 17-22.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Makasar : Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional.
Gumisiriza, R., Mshandete, A. M., Rubindamayugi, M. S. T., Kansliime, F and Kivaisi, A. K. 2009. Enhancement of Anaerobic Digestion of Nile Perch Fish Processing Wastewater. Journal of Biotecnology. Vol.  8 (2): 328-333.
Halver, J. A.1989. Fish Nutrition. New York : Academy Press.
Dellman, H.D., and E.M. Brown. 1989. Textbook of Veterinary Histology 3rd Edition. Philadelphia : Lea & Febiger.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology.  New York : Bioscientific Publisher.
Kimball, J.W. 1983. Biology Fifth Edition.  London : Addison Wesley Publishing Company Inc.
Kursistiyanto, Nurcahyo. Penambahan Vitamin C Pada Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Respon Osmotik, Effisiensi Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Nila Gesit (Preochromis Sp.) Pada Media Dengan Osmolaritas Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 8, No. 2, 2013 : 66-75.
Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. New York: Jhon Wiley and sons.
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rounsefell, Everhart. 1953. Fishery Science its Methods and Aplication. New York: John Wiley and Sons.
Srichanun, Manee. 2012. Digestive enzyme activity during ontogenetic development and effect of live feed in green catfish larvae (Mystus nemurus Cuv. & Val.). Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 252 34 (3), hal. 247-254.
Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa    Kedokteran Dan Program Strata 1. Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Wurtsbaugh , W.A. dan E, He,. 1993. Gastric evacuation rates in fish: An empirical model of the effects of temperature and prey size, and an analysis of digestion in piscivorous brown trout. Trans. Am. Fish. Soc. 122: 717-730.



 










 













Oleh :
Nama                      : Niki Andalusi
NIM                        : B1A015082
Rombongan           : IV
Kelompok              : 5
Asisten                    : Estri Jayanti




LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
                                                                                                                                            I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Bermula setelah pengambilan makanan dan berakhir dengan pembuangan sisa makanan. Sistem pencernaan makanan Ikan Lele (Clarias sp.) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannnya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang (Fujaya, 2002).
Makanan diperlukan untuk menghasilkan energi sebagai bahan pembentuk tubuh, metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh, penambah cairan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan membantu proses faal lian yang berlangsung didalam tubuh. Zat-zat gizi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Protein merupakan sumber tenaga yang paling utama. Mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya. Protein nabati ( asal tumbuh-tumbuhan) lebih sukar dicerna daripada protein hewani (asal hewan). Hal itu disebabkan karena protein nabati terbungkus di dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna. Selain itu, kandungan asam amino esensial dari protein nabati pada umumnya kurang lengkap dibandingkan asam amino hewani. Lemak dalam makanan mempunyai peranan yang sangat penting sebagi sumber tenaga. Namun bagi ikan, lemak sebagai sumber tenaga kedua sesudah protein. Karbohidrat (hidrat arang, zat tepung, atau zat pati) ini berasal dari bahan makanan nabati dan makromolekul ini merupakan sumber tenaga terakhir yang diperlukan hewan. Vitamin adalah senyawa organik yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan. Walaupun tidak merupakan sumber tenaga, tetapi vitamin dibutuhkan sebagai katalisator (pemacu) terjadinnya proses metabolisme didalam tubuh. Jumlah yang sangat dibutuhkan hanya sedikit, tetapi jika kekurangan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dan penyakit. Mineral adalah bahan organik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme, dan mempertahankan keseimbangan osmotis. Selain itu, juga dibutuhkan air terutama untuk berlangsungnya proses metabolisme dan pembentukan cairan tubuh. Jumlah air yang diperlukan dapat ditentukan dengan pasti oleh masing-masing ikan (Mujiman, 1984).
Digesti atau pencernaan merupakan langkah awal yang penting di dalam pengambilan bahan makanan oleh tubuh. nutrient makromolekul dan molekul yang masih cukup besar perlu dicerna terlebih dahulu menjadi molekul-molekul kecil sehingga dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui dinding usus halus. Sistem pencernaan atau sistem digesti berupa saluran pipa yang berkolok-kelok mulai dari mulut, lambung, intestine, sampai anus. Lambung atau perut besar merupakan kantung yang terletak di rongga perut di sebellah kiri. Bagian saluran pencernaan paling pajang adalah usus halus yang terdiri dari duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong), dan ileum (usus penyerapan) (Sumardjo, 2006).
Ikan lele (Clarias batrachus) digunakan dalam praktikum kali ini karena ikan lele mempunyai lambung sejati sehingga mudah untuk diamati. Selain itu ikan lele digolongkan sebagai pemakan segala (omnivora). Ikan lele mampu memakan semua jenis makanan dan juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger). Secara alami ia bersifat nokturnal, tetapi dalam usaha budidaya lele sanggup beradaptasi. Sifat atau tingkah laku lainnya yang menonjol yaitu apabila menemui suasana yang baru misalnnya perubahan suasana mendadak dari tempat gelap ke terang (Fujaya, 2002).
B.     Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan, terampil dalam mengisolasi lambung ikan dan dapat menghitung laju pengosongan lambung.


                                                                                                                   II.            MATERI DAN CARA KERJA
A.      Materi                                                                                          
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan lele (Clarias batrachus) dan pakan ikan/pelet.           
Alat yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 30 x 50 x 30 cm sebanyak empat buah, alat bedah, timbangan analitik, termometer, dan heater.
B.       Metode
Metode yang digunakan pada praktikum laju digesti pada ikan sebagai berikut :
1.        Tiga buah akuarium disiapkan dan diisi dengan air setinggi 25 cm, kemudian diberi aerasi.
2.        Ikan dengan ukuran yang seragam ditebarkan pada akuarium yang telah disediakan dengan kepadatan 4 – 5 ekor per akuarium.
3.        Ikan diberi pakan ikan sebanyak 2,5 % dari berat total tubuh ikan dan dibiarkan
       ikan mengkonsumsi pakan selama 15 – 20 menit.
4.        Diambil semua ikan pada salah satu akuarium dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan, setelah lambung diambil dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung dalam keadaan kenyang atau nol jam setelah makan.
5.        Diambil semua ikan pada salah satu akuarium yang lain setelah 30 menit pemberian pakan dan dilakukan pembedahan seperti prosedur di atas. Bobot lambung yang diperoleh selanjutnya dinyatakan dalam persentase bobot lambung pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu kenyang.
6.        Prosedur di atas dilakukan untuk ikan pada akuarium yang lain pada waktu 60 menit setelah pemberian pakan.
7.        Data hasil pengamatan diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot lambung.



                                                                                                                 III.            HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan laju digesti pada ikan lele
Kelompok
0 menit (x)
30 menit (y)
60 menit (z)
Bx0’ (gr)
Bx0’ (%)
By30’ (gr)
By30’ (%)
Bz60’ (gr)
Bz60’ (%)
1
1,37
1,46
1,08
1,03
0,64
0,01
2
1,14
1,30
0,83
1,13
0,88
1,14
3
0,46
0,56
1,29
1,34
1,53
1,61
4
1,71
1,80
1,13
1,15
1,30
1,59
5
1,62
1,79
0,89
0,96
1,33
1,60


Perhitungan presentase bobot lambung ikan kelompok 5 :
         
0 menit            = x 100%     =  x 100% = 1,742 %
30 menit          =  x 100%  =  x 100% = 0,967 %
60 menit          =  x 100% =  x 100% = 1,602 %
Keterangan :
1.      BX      : Bobot lambung ikan dalam 0 menit;
2.      BY       : Bobot lambung ikan dalam 30 menit;
3.      BZ       : Bobot lambung ikan dalam 60 menit;
4.      BXt     : Bobot ikan dalam 0 menit;
5.      BYt     : Bobot ikan dalam 30 menit;
6.      BZt      : Bobot ikan dalam 60 menit.


Grafik 3.1.1. Grafik garis hubungan antara persentase bobot lambung ikan lele dengan waktu pengamatan.
Grafik 3.1.2. Grafik garis hubungan antara persentase bobot lambung ikan lele dengan waktu pengamatan
B.       Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, didapat berat ikan Bx yaitu 93 gram, bobot  lambung ikan yaitu 1,62 gram, dan persentase bobot lambung ikan yaitu 1,742%. Berat ikan By yaitu 92 gram, bobot lambung ikan yaitu 0,89 gram, dan persentase bobot lamung ikan 0,967%. Berat ikan Bz yaitu 83 gram, bobot lambung ikan yaitu 1,33 gram, dan persentasi bobot lambung ikan yaitu 1,602 gram. Terjadi peningkatan dan penuruan laju digesti, hal ini kemungkinan dapat terjadi karena sampel yang diambil berasal dari aquarium berbeda dengan sampel sebelumnya, kemudian selain itu penurunan laju digesti juga dapat dikarenakan ikan tidak konstan memakan pakan yang diberikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot lambung diantaranya ukuran dari organisme tidak seragam karena semakin sedikit organisme maka semakin sedikit pula organisme tersebut memakan pakan, selain itu faktor lingkungan (pH dan temperatur rendah atau tinggi nafsu makan menurun) dan kondisi organisme juga mempengaruhinya (Rounsefell, 1953).
Digesti merupakan proses yang diperlukan dalam nutrisi heterotrofik. Proses absorbsi, molekul-molekul besar karbohidrat, protein, lemak, dan protein dari bagian-bagian sel dan jaringan yang dikonsumsi harus dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil, seperti gula dan asam amino agar dapat diangkat melalui membran sel. Biarpun transfer molekul besar itu melalui membran, itu tidak merupakan masalah, tetapi senyawa organik yang disintesis oleh suatu heterotrof sering kali tidak sama dengan senyawa yang dikonsumsi sebagai makanan, karena itu sebelum didapatkan perakitan kembali diperlukan digesti. Pencernaan makanan adalah proses penyederhanaan makanan yang pada awalnya berupa molekul komplek menjadi molekul sederhana (Alarcon and Moyano, 2006).
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorsi oleh tubuh ikan, dalam bentuk seperti glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain. Proses digesti yang terjadi di dalam lambung dan dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Selain dipengaruhi oleh temperatur laju digesti juga di pengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, sebab dalam pakan yang dikonsumsi ikan banyak terdapat kandungan-kandungan mineral yang akan diserap oleh usus ikan melalui proses pencernaan yang berlangsung selama ikan mengkonsumsi pakan (Kimball, 1983).
Proses laju digesti dapat disebut pola dengan proses laju pengosongan lambung. Proses digesti ikan  dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyai lambung) dan dilanjutkan di intestin yang akan berakhir di lubang pembuangan bahan sisa. Proses digesti dimulai dari makanan masuk ke mulut, dicerna secara mekanik dan dibantu oleh kelenjar saliva kemudian masuk ke faring, esofagus dan tertampung dilambung untuk dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Makanan yang telah menjadi molekul-molekul kecil kemudian masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju rectum dan ke anus untuk dibuang. Hasil digesti yang berupa asam amino, asam lemak dan monosakarida akan diabsorpsi oleh epithel intestin kemudian diedarkan keseluruh tubuh oleh sistem sirkulasi (Gumisiriza et al, 2009).
Mengukur laju digesti pada ikan dapat dilakukan dengan mengukur kepadatan makanan pada lambung (bobot lambung). Temperatur, ukuran partikel makanan, dan metode percobaan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran bobot lambung. Meningkatnya suhu air akan meningkatkan laju digesti ikan pada spesies tertentu (Wurtsbaugh et al., 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti pada ikan diantaranya internal dan eksternal. Faktor Internal antara lain umur, ukuran tubuh, aktivitas, stress, dan jenis kelamin. Faktor eksternal antara lain kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2), makanan dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, Ph, dan Alkalinitas). Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).
Menurut Handeland (2008), ikan pada umumnya sangat terpengaruh oleh temperatur optimal bagi pertumbuhan dan bertahan hidup. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju digesti adalah temperatur air yang optimal, umur, ukuran, jenis kelamin. Laju digesti juga dipengaruhi oleh zat kimia yang terdapat dalam perairan, yaitu kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan, maka akan semaikin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Mujiman, 1984).
Variasi kecepatan digesti ikan tergantung pada spesies, tipe dan banyaknya makanan, dan suhu. Beberapa kasus, ditemukan bahwa ikan yang kecil dapat mencerna makanan dengan waktu yang lebih cepat daripada ikan yang lebih besar. Suhu berpengaruh pada kecepatan sekresi enzim pencernaan selama absorpsi makanan, fungsi dari sistem digesti (Fenerci & Saner, 2005). Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung  dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan . Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan akan tergantung pada  seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sebab pada  makanan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan  ikan hewani proses pencernaannya akan  mudah (Lagler, 1977).
Laju digesti juga dipengaruhi oleh enzim pencernaan. Enzim ini  berfungsi sebagai katalisator biologi reaksi kimia didalam pencernaan ikan, enzim – enzim ini disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver & Hardy 2002). Pemanfaatan pakan dalam kaitannya dengan proses osmoregulasi ikan sangat erat, dimana tingkat konsumsi pakan akan menurun pada kondisi media yang hipoosmotik dan hiperosmotik (Kursistiyanto, 2013).
               Saluran pencernaan lele terdiri dari mulut, rongga mulut, esophagus, lambung usus dan anus. Usus yang dimiliki ikan lelelebih pendek dari panjang tubuhnya hal ini merupakan ciri khas ikan karnivorasementara itu lambungnya relati: besar dan panjang (Wahyudin, 2008). Sistem pencernaan awal larva ikan terdiri dari ususdan pakreas, karena perut belum terdiferensiasi penuh pencernaan bergantung pada enzim pankreas. Ada indikasi bahwa morfologi struktur saluran pencernaan berkorelasi dengan rendahnya produksi enzim (Dabrowski, 1979: Srichanun 2012).
Menurut Dellman, H.D. dan Brown,E.M. (1989),Sistem pencernaan makanan Ikan Lele (Clarias sp.) dimulai dari mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rektum, dan anus. Struktur anatomi mulut ikan erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat di sekitar mulut lele yang berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan ini terdapat pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannnya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Faring pada ikan (filter feeder) berfungsi untuk menyaring makanan, karena insang mengarah pada faring maka material bukan makanan akan dibuang melalui celah insang.
Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Pengukuran waktu saat praktikum selama 15 menit dan 30 menit, sehingga hasil yang diperoleh saat praktikum besar kemungkinannya bukan merupakan suatu proses digesti akibat pakan yang diberikan saat praktikum. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).


                                                                                                                  IV.            KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah :
1.      Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dalam tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorsi oleh tubuh ikan, dalam bentuk seperti glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain.
2.      Makan yang tersimpan didalam lambung semakin berkurang karena makan yang masuk dan berada di dalam lambung sudah dicerna dan siap untuk diabsorpsi untuk diambil sari-sari makannya guan pemanfaatan sistem kerja yang lain dan sebagian digunakan untuk pertumbuhan.



DAFTAR REFERENSI
Alarcon, F. J and F. J. Moyano. 2006. Studies on digestive enzymeisn fish: Characterization and practical applications. CIHEAM - Options Mediterraneennes.
Fenerci, S and Erdan S. 2005. In Vitro Protein Digestibility of Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1972) Fed Steam Pressured or Extruded Feeds. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. Vol. 5 : 17-22.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Makasar : Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional.
Gumisiriza, R., Mshandete, A. M., Rubindamayugi, M. S. T., Kansliime, F and Kivaisi, A. K. 2009. Enhancement of Anaerobic Digestion of Nile Perch Fish Processing Wastewater. Journal of Biotecnology. Vol.  8 (2): 328-333.
Halver, J. A.1989. Fish Nutrition. New York : Academy Press.
Dellman, H.D., and E.M. Brown. 1989. Textbook of Veterinary Histology 3rd Edition. Philadelphia : Lea & Febiger.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology.  New York : Bioscientific Publisher.
Kimball, J.W. 1983. Biology Fifth Edition.  London : Addison Wesley Publishing Company Inc.
Kursistiyanto, Nurcahyo. Penambahan Vitamin C Pada Pakan dan Pengaruhnya Terhadap Respon Osmotik, Effisiensi Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Nila Gesit (Preochromis Sp.) Pada Media Dengan Osmolaritas Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 8, No. 2, 2013 : 66-75.
Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. New York: Jhon Wiley and sons.
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rounsefell, Everhart. 1953. Fishery Science its Methods and Aplication. New York: John Wiley and Sons.
Srichanun, Manee. 2012. Digestive enzyme activity during ontogenetic development and effect of live feed in green catfish larvae (Mystus nemurus Cuv. & Val.). Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 252 34 (3), hal. 247-254.
Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa    Kedokteran Dan Program Strata 1. Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Wurtsbaugh , W.A. dan E, He,. 1993. Gastric evacuation rates in fish: An empirical model of the effects of temperature and prey size, and an analysis of digestion in piscivorous brown trout. Trans. Am. Fish. Soc. 122: 717-730.



No comments:

Post a Comment